PERIHAL CINTA ITU DUSTA

    Di terpa lamunan tentang hal yang dipersembahkan isi kepala yang sedang menunduk lesu di pojok kafe, membuat ia sendiri dalam keramaian. Hanya sendiri, tiada suara yang ditangkap walau terdengar. Tak ada wajah yang terekam dalam benak walaupun terlihat. Karena hanya ada dia dengan segumpal lamunan dan kegundahan yang rapuh. 

    Dari ujung kafe terlihat dua gadis yang datang dengan senyum tak berdosa bahwa dirinya telah terlambat. Terlambat untuk janji meeting

“Hai Naila, maaf ya, kita telat datang soalnya tadi macet banget, kan kamu tau sendiri kalo malem-malem gini pasti macet.” dengan suara lantang dan wajah yang girang.

    Dalam hati Naila bergumam “Siapa butuh penjelasanmu? Datang ya sudah, tidak ya Alhamdulillah.” karena sejatinya hanya kesendirian yang Naila butuhkan saat ini. 

“Eeee iya gapapa kok lagian juga aku lagi pengen sendirian aja.” Jawab Naila dengan lembut serta bibir sedikit tersenyum.

    Dengan alis yang menyatu dan nada bicara yang tinggi Sofi menjawabnya. “Apa maksudmu Naila? apa lebih baik kita tidak datang? Itu maumu?”

    Sedangkan Nadia, ia merasa bersalah karena datang yang sangat terlambat, namun lebih dari itu, ia merasa terdapat suasana tak biasa yang ia rasakan dalam diri Naila. Sontak ia menanyakan tentang rasa itu dengan suara yang pelan.

“Naila, ada apa dengan dirimu? terlihat lesu tak seperti biasanya?” 

“Emm aku rasa diriku baik-baik aja kok, cuma ada masalah sepele yang mungkin sedikit membuatku kecewa.” Jawab Naila dengan risau dan salah tingkah.

“Apakah perihal si Naufal yang membuatmu jadi begini Laa?” Jawab Sofi sembari menatap tajam Naila. 

“Hmm ya begitulah, sedikit ada masalah, tapi itu biasa karena mungkin ini bumbu-bumbu hubungan kita.”Jjawab Naila lembut.

“Ya sudah kalau begitu Laa, aku pamit aja dulu, karena aku yakin kesendirian yang kau butuhkan dan mungkin itu jawaban permasalahanmu, untuk masalah tugas mungkin lusa aja ya. ” Jawab Nadia dengan lembut sembari menarik bibirnya yang tipis itu.

Baca Juga : Nak Kau Sedang Apa

    Sofi pun ikut berpamitan karena ia sadar bahwa Naila lebih membutuhkan kesendirian dibanding teman untuk mitra dialog. “Iya Laa kita pamit aja dulu yaa, maaf kalau kita malah mengganggu.”

“Ohh iya hati-hati ya di jalan, semoga udah ga macet lagi.” Jawab Naila tanpa kata basa-basi, karena ia tidak ingin munafik terhadap dirinya bahwa ini yang ia inginkan.

    Pada akhirnya Naila dan dua gadis itu tidak jadi meeting untuk membahas tugasnya dari dosen. Sofi dan Nadia lebih memilih untuk berpamitan daripada tetap berdialog dengan orang yang penuh dengan kegalauan dan gemuruh dihatinya, jikapun tetap dipaksa untuk berbincang-bincang maka hanya sandiwara dan basa basi yang terucap.

    Berdialog dengan diri sendiri serta melamun dengan pandangan kosong. Itu yang dilakukan Naila setelah kedua temannya berpulang, seperti yang ia lakukan sebelum kedua temannya datang. 

    Dalam batinnya bertanya “Apakah ini cinta atau nafsu belaka?” .Pertanyaan yang ia sodorkan terhadap dirinya sendiri mengenai hubungannya dengan Naufal. 

“Mengapa aku merasa bosan dengan dia? apakah cinta mengalami bosan? lantas mengapa rasa ini tertanam begitu dalam di hati kalau bukan perihal cinta?”

    Rasa menyesal diliputi penasaran karena perasaan yang ia miliki saat ini terus mengusik batinnya, terbayang-bayang dalam angan-angan, sampai pada titik ia pasrah dan memutuskan untuk menanyakan perihal ini kepada seseorang. Ia ingat bahwa ada mahasiswa yang ia kenal sewaktu ospek dulu, seorang yang mencintai filsafat yang mungkin bisa menjawab pertanyan-pertanyan yang merepotkan pikirannya. Hingga waktu semakin larut malam, kemudian Naila memutuskan untuk kembali ke kosannya. 

    Di atas kasurnya yang tipis dengan lamunan dan kegalauan mengenai si Naufal, Nadia sulit untuk memejamkan matanya. Terkoyak rindu, lara, dan gelisah akan pertanyaannya yang selalu muncul dalam benak. Itulah Naila pada malam itu.

Baca Juga : Evaluasi Diri untuk Menggapai Ridho Ilahi

    Hingga pada akhirnya, memutuskan untuk melepas sejenak kegelisahannya itu sembari menunggu esok hari, untuk ditanyakan perihal ini ketemannya.

    Alarm jam tangan telah berbunyi menandakan mata kuliah hampir usai sekian menit lagi, Naila sudah tak sabar ingin bertemu dengan temannya itu, karena sudah tak tahan dengan kegelisahannya itu. 

“Mass! Mas Faqih lagi sibuk ngga?” tanya Naila sembari keluar dari kelas dan kebetulan sedang berpapasan dengan seorang yang berparas putih bersih dan wibawa. 

“Hey Laa, Nggak kok cuma mau beli kopi aja di warkop depan.” jawab Mas Faqih dengan nada lembut namun sangat berwibawa.

“Aku pengen bicara sama mas, akhir-akhir ini lagi banyak banget pikiran, mungkin mas bisa bantu aku?” tanya Naila.

“Oke InsyaAllah, ayo duduk di sana.” jawab Mas Faqih sambil menunjuk sebuah tempat yang teduh dan sejuk di sebelah kantor pos satpam kampus.

    Kemudian keduanya berjalan ke tempat itu, namun Mas Faqih berbelok arah terlebih dahulu karena ingin membeli kopi yang ia senangi. Sekedar untuk menemani jam istirahat dan menghilangkan rasa kantuk, sering sekali Mas Faqih membeli kopi itu. Kopi yang murah tapi tidak kalah saing dengan kopi-kopi yang ada di kafé mewah.

“Mas, aku bingung perihal cinta, membedakan antara cinta dan nafsu. Mas tau itu?” Tanya Naila dengan nada suara yang amat lembut seakan sudah pasrah semuanya tentang hal ini.

“Hubungan cinta itu omong kosong Laa.” jawab Mas Faqih sembari menyalakan rokok suryanya.

“Omong kosong bagaimana Mas?” sambung Naila dengan penasaran dan tidak terima karena jawaban Nas Faqih itu. Di pikirannya cinta adalah segala-galanya. Tapi entah mengapa hubungannya dengan Naufal tak seindah imajinasinya, padahal ini kan cinta.

“Nanti kau akan paham Laa, tapi Mas ingin berbicara mengenai hubungan, bukan perihal cinta yang sangat universal itu.” sambungnya dengan nada yang halus dan menyejukkan.

“Iyaa baik Mas aku penasaran banget. Jujur aku sendiri lagi mengalami masalah tentang itu.” sambung Naila dengan sedihnya.

Baca Juga : Mengapa Kita Membaca Al-Quran dengan Qiraat Ashim Riwayat Hafs

    Tersenyum sembari menenangkan perasaan Naila, Mas Faqih menjawab “Hmm iyaa udah tau, kelihatan dari wajahmu sedang memendam sesuatu. Kadang wajah bisa berbohong tapi tidak dengan mu Laa.” 

“Betapa banyak hubungan yang telah usai padahal sebelumnya telah mengatasnamakan cinta. Semua hanya main-main belaka kok.” sambungnya dengan nada lembut.

“Perasaan yang muncul dalam hati atau yang katanya cinta itu kadang bukan tentang cinta, hanya sekedar penasaran mengenai objeknya.” lanjutnya

    Naila sama sekali belum paham tentang yang dikatakan oleh Mas Faqih, terlihat dari kedua ujung alisnya yang menyatu.

    Mas Faqih melanjukan “Kamu tau sendiri kan, bagaimana pemudi yang tengah dikoyak asmara pada awal hubungannya? Ia terasa hubungannya sangat baik, tak ada masalah, apalagi soal agama sudah lupa tenggelam didasar kesadarannya. Lupa kalau itu tak baik untuknya Laa.”

“Iya Mas.” jawab Naila.

“Dan ketika sudah berjalan lama, masalah bermunculan dari arah mana saja, itu bukan bumbu-bumbu hubungan agar semakin kokoh Laa., namun sebaliknya bahwa Allah memberikan hidayah kepada orang itu karena hal itu tidak baik baginya.. Tentu maksud Mas ini untuk mereka yang diluar pernikahan yaa Laa jangan salah paham kamu.

“Ohh iyaa Mass, lantas bagaimana perihal cinta adalah anugerah yang Allah berikan terhadap hambanya?” Tanya Naila dengan penasaran. Dan tampaknya Naila sangat menikmati dialog ini, terlihat dari bagaimana ia membenarkan duduknya dan lebih memfokuskan diri kepada Mas Faqih itu.

“Begini Laa, cinta sebelum menikah itu nafsu dan setelah menikah itu baru murni anugerah. Habib Umar bin Hafidz pernah berkata "Allah akan menguji masa muda mu dengan mengirimkan seseorang yang membuatmu jatuh hati terhadapnya, seolah-olah ia membawa hakikatnya cinta, tetapi nyatanya hanya membuatmu untuk bermaksiat kepadanya.” Jawab Mas Faqih sembari menyeruput kopi yang sudah tak panas itu dan menyalakan rokok suryanya yang sudah habis satu batang.

“Ingat Laa, bahwa setan pun juga sabar awal mula hubungan memang terasa itu baik namun pada akhirnya masuk dalam jurang kehinaan, semua itu hanya tentang penasaran mengenai objek yang ia rasa mencintainya. Sesusai rasa penasaran itu terbayarkan maka akan muncul rasa bosan dan lantas menghilang atau menyudahi hubungan dengan yang dia katakan mencintai itu. Lantas bagaimana menyikapi rasa gemuruh yang katanya cinta itu? Nabi pernah bersabda: Seorang yang sedang jatuh cinta diampuni selama ia tidak melakukan atau mengatakannya. Jadi memilih diam itu lebih baik walaupun hati ter-iris. Namun setidaknya hal itu menjaga yang kau cinta dengan seutuhnya.” jelas Mas Faqih dengan pelan.

“Ya Allah Mas, jadi selama ini aku?” Ucap Naila dengan penuh kekecewaan terhadap dirinya sendiri.

“Ya udah santai aja Laa, buat itu menjadi pelajaran terbaikmu dan jadikan itu jalan untukmu mencapai kedewasaan.” jawab Mas Faqih dengan senyum nya yang menenangkan.

Baca Juga : Gus Shofa

    Naila hanya terdiam lesu dengan ingatan-ingatannya, tentang pengalaman dengan mantan kekasih Naufal itu bermunculan dibenaknya, menghantui pikirannya, penuh dengan kekecewaan yang tak terbendung, rasanya ingin mengembalikan waktu dan membersihkan kisah hidupnya tanpa hal-hal ceroboh semacam ini. 

“Kalau Mas bayangkan, perihal hubungan cinta untuk saat ini belom ada gunanya.” lanjut Mas Faqih sembari melamun 

“Ketika masuk kedunia itu yang ada hanyalah menjadi budak dari rasa yang kita miliki, sama sekali tidak ada kemerdekaan didalamnya pikiran yang terkekang, waktu yang terbuang sia-sia, bahkan mengeluarkan tenaga yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.” lanjut Mas Faqih sembari menghisap rokok nya itu.

“Iyaa Mas Naila baru sadar menjadi budak cinta ternyata sangat meyakitkan, dengan hidup yang tanpa kemerdekaan diri, tak ada makna sama sekali. Seakan dibalut dengan keindahan-keindahan dengan menuruti rasa yang katanya cinta tapi ternyata itu dusta hanya nafsu belaka.”

    Dengan senyum lebar dan melihat Naila, Mas Faqih berucap “Nah bener sekali itu Laa, wah sudah paham ini nampaknya.” 

“Hehe iyaa Mas.” jawab Naila dengan mata terbuka lebar dan wajah yang mulai sumringah.

“Ehhh Mas udah hampir Ashar mungkin bisa dilanjut bincang-bincangnya kemudian hari ya Mas aku takut kalau kesorean nanti macet trus sampi kos-an maghrib aku gamau hehe.” 

“Ohh iyaa oke Laa, Mas juga ada acara UKM sepakbola nanti abis Ashar ini.”

“Oke Mas, terimakasih banget ya Mas udah mau nemenin ngobrol ngalor ngidul hanya karena kegundahan ku yang sepele ini.” ucap Naila dengan senyum dan malu-malu.

“Walah, gapapa kok Laa santai aja.” jawab Mas Faqih dengan elegan.

    Tampaknya Naila saat ini sudah menemukan jawaban dari berbagai kegundahannya. Wajah yang masam berubah menjadi ceria penuh kebahagiaan, hati yang rapuh berubah menjadi hati yang kukuh. Kesimpulannya menyudahi hubungan dengan Naufal adalah keputusan yang tepat, menimbang dari obrolan dengan seorang yang memberikan pengetahuan baru yang selama ini tidak tersadari.

Oleh: Ahmad Askarul Afkar (Mahasiswa Ilmu Al Qur’an Dan Tafsir UIN Walisongo Semarang)

Editor: Aldi Hidayatulloh 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama